livan73

http://payspree.com/113/livan73

Senin, 01 Februari 2010

The Chemistry of Love

Cinta itu indah. Tapi, cinta juga kadang bikin bingung, sedih, blingsatan…. Pokoknya ajaiblah! Kabarnya sih, semua dipicu oleh sesuatu yang disebut the chemistry of love.

Ho-oh! Dari dulu the chemistry of love emang suka disebut-sebut. Setiap kali ada orang yang lagi naksir berat, langsung the chemistry of love dibawa-bawa! Malah, nggak jarang belum sampe taraf naksir alias baru terpesona pada pandangan pertama doang, udah banyak yang ngaku-ngaku memiliki the chemistry of love dengan cewek di ujung matanya itu.

Huaaah! Kamfreeetzzzz…! Emang tau the chemistry of love apaan?

Jangan asal ngomong deh! Mending baca dulu kebetannya nih. Terus renungkan yang dalem-dalem biar nggak blo’on lagi. Oke?
CAIRAN (SUMBER) CINTA
Man, kalo badan kita tembus pandang kayak akuarium, kita pasti bisa ngeliat dengan jelas isinya. Ada organ-organ yang bentuknya aneh-aneh, ada urat-urat dan sel-sel saraf yang melintang sana-sini, ada otot-otot dan pembuluh darah-pembuluh darah yang tampilannya kayak akar pohon, terus ada juga cairan-cairan yang berwarna warni. Rame!

Nah, khusus soal cairan tadi, kabarnya ada cairan-cairan yang lebih “tampil” ketika kita sedang jatuh cinta, bro. Helen Fisher, seorang profesor dari Rutgers University, New Jersey, Amerika, bilang,

“Saat seseorang jatuh cinta, maka otaknya akan mengeluarkan hormon dopamine dan hormon norepinephrine dalam jumlah yang banyak. Hormon dopamine adalah ‘pleasure chemical’. Yaitu hormon yang membuat timbulnya rasa bahagia yang luar biasa. Sementara hormon norepinephrine mirip hormon adrenaline. Memicu onderdil tubuh seperti jantung, pembuluh darah, dan kelenjar keringat, hingga mengalami gejala-gejala seperti deg-degan, muka memerah, keringat dingin, dan lain-lain.”

Nambahin apa yang dibilang Profesor Fisher, kolega-koleganya sesama peneliti dari University College London (UCL), London, Inggris, ngejelasin bahwa orang yang sedang jatuh meskipun otaknya akan mengeluarkan hormon dopamine dan hormon norepinephrine dalam jumlah yang banyak, namun juga akan mengalami penurunan level penyaluran rangsang di antara sel-sel saraf otaknya. Imbas ke psikis, yang bersangkutan lalu memendam harapan dan khayalannya. Di pendam melulu, lama-lama ya numpuk! Ujung-ujungnya malah berbalik jadi “terobsesi” untuk mendapatkan si dia.“Kalo udah begini, pheromones (zat yang disekresikan oleh suatu organisme, yang mempengaruhi tingkah laku organisme lain dari spesies yang sama, RED.) yang kerja kemudian. The power of pheromones lah yang bikin munculnya keberanian untuk pedekate, nembak, dan seterusnya,” jelas Profesor Fisher lagi. Ribet yeeee….

CAIRAN “BERBAHAYA”
Ini biasanya terjadi ketika hubungan udah terbina (baca: udah pacaran). Dan, makin mengganggu manakala tuh hubungan udah lama. Mereka yang pacaran jadi mulai tertarik untuk nge-sex, bahkan makin nggak bisa ngerem!
“Yang satu ini jelas ada campur tangan hormon estrogen dan hormon testosterone. Saat berduaan lalu ada bagian tubuh yang bersentuhan dikit aja, kedua hormon ini langsung bereaksi membuat libido melesut. Buntutnya, keinginan buat coba-coba atau bereksperimen jadi nggak tertahankan,” ujar Profesor Fisher.

Parahnya, di saat hormon estrogen dan hormon testosterone interupsi, ada hormon-hormon lain yang ikutan nongol dan sok eksis. Yaitu hormon oxytocin, hormon vasopressin, sama hormon endorphine.

Hormon oxytocin yang terbetuk pada dasar otak dan disimpan dalam daun telinga belakang ini menimbulkan efek creating an emotional bond. Bikin rasa penasaran tambah kenceng dari menit ke menit! Sedangkan hormon vasopressin “membantu” hormon oxytocin dengan cara meningkatkan nafsu birahi.

“Rasa penasaran yang gede ditambah nafsu birahi yang juga gede, masih dikomprin pula oleh hormon endorphine, dengan memunculkan perasaan peaceful dan secure. Makanya, pasangan yang mustinya belum boleh melakukan hubungan sex jadi suka kebablasan,” kata Profesor Fisher. (ayu, dari berbagai sumber)

PERCAYA-NGGAK PERCAYA, TERSERAH!
Supaya rasa bahagia tetap terkontrol manakala hormon dopamine merajalela, inget-inget sedikit hal-hal yang membuat hati terkoyak. Tentang barang kesayangan yang diembat teman, tentang binatang peliharaan yang keracunan bau kaki kita, tentang kebijakan bokap menyunat uang saku…. Tentang apa aja deh!

Buat menyembunyikan gejala-gejala seperti deg-degan, muka memerah, keringat dingin, dan lain-lain, yang ditimbulkan hormon norepinephrine, cobalah pamer senyum dan bikin mata ganjen kayak adek-adek balita. Sebab, senyum dan mata ganjen konon ampuh buat mengatasi salting! Kalo nggak dianggap ramah, paling dikira cacingan! Nggak sukses? Mending buru-buru kaburlah…..

Biar bisa nahan diri ketika diserbu oleh hormon oxytocin, hormon vasopressin, dan hormon endorphine, biasakan menjaga jarak badan kita dengan badan pacar saat ketemuan. Setengah meter, satu meter, bahkan satu kilometer kalo perlu. Dijamin, nggak akan ada bagian tubuh yang bersentuhan! (*)

Ati-ati! Cinta itu bikin addict!
Menurut Profesor Fisher, the chemistry of love nggak beda dengan drugs. Makin “menggila” jumlah hormon dopamine dan hormon norepinephrine yang keluar, dapat menyebabkan toleransi. Maksudnya, besok lusa ketika kita jatuh cinta lagi, kita butuh lebih banyak hormon dopamine dan hormon norepinephrine buat bisa merasakan sensasi kebahagiaan plus gejala-gejala cinta yang sama dahsyatnya dengan saat kita mengalami first love dulu (halah!). (*)

Diambil dari :

http://www.hai-online.com/article.php?name=/the-chemistry-of-love&channel=psiko%2Frelationship

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Blog Advertising - Advertise on blogs with SponsoredReviews.com

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner