Sumber: Brahmajala Sutta , Oleh: Tim Penterjemah
Diterbitkan oleh Badan Penerbit Buddhis ARYASURYACANDRA, 1993
PENDAHULUAN
Brahmajala Sutta merupakan sutta yang pertama dari 34 sutta Digha Nikaya. Sutta ini merupakan sebuah sutta yang sangat penting untuk dipelajari dan direnungkan karena isi sutta ini menguraikan tentang berbagai pandangan atau ajaran dari bermacam-macam aliran agama yang ada serta berkembang pada masa kehidupan Sang Buddha. Khususnya bagi umat Buddha yang sedang mempelajari Buddha Dhamma, maka dengan merenungkan dan mengerti isi sutta ini, ia akan mendapatkan banyak informasi baru tentang dasar teori tentang bagaimana pola pikir dan kedudukan ajaran agama Buddha di tengah-tengah aneka ragamnya teori pandangan hidup dan agama di dunia ini. Karena uraian yang ada dalam sutta ini, walaupun telah diungkapkan oleh Sang Buddha pada lebih dari 2500 tahun yang lalu, namun isinya sampai sekarang masih up to date. Ada dua pokok besar yang diuraikan dalam Brahmajala sutta, yaitu tentang sila (peraturan prilaku-moral) dan ditthi (pandangan atau teori ajaran). Sila yang diuraikan adalah Cula sila, Majjhima sila dan Maha sila yang perlu sekali dilaksanakan oleh setiap umat Buddha yang saleh. Cula sila berkenaan dengan peraturan-peraturan yang terdapat dalam dasa sila Buddhis. Majjhima sila berkenaan dengan rincian dari pelaksanaan sila keenam, ketujuh, kedelapan, kesembilan dari dasa sila Buddhis maupun tentang pemeliharaan tumbuh-tumbuhan agar tetap lestari, dan cara berbicara yang pantas.
Ada enam puluh dua macam ditthi yang diuraikan dalam sutta ini. Ditthi-ditthi ini dianut dan diyakini oleh para penganutnya sesuai dengan batas kemampuan mereka. Ada yang mengaturnya berdasarkan pada pengalaman, pengetahuan, pencapaian sehingga mereka mempunyai kemampuan untuk membuktikan kondisi dari pada yang diyakininya itu karena mereka dapat melihatnya sendiri. Namun ada juga yang menganut dan meyakini paham mereka hanya didasarkan pada spekulasi yang mereka sendiri tak dapat membuktikannya, karena mereka tidak memiliki kemampuan untuk mengalami atau melihatnya sendiri, paham ini mereka ketahui atau pelajari dari guru-guru mereka atau didasarkan pada spekulasi mereka sendiri. Bagi umat Buddha, walaupun diantara ditthi-ditthi itu ada yang perlu juga untuk diketahui dicapai dan dibuktikan sendiri, tetapi umat Buddha tidak boleh berhenti hanya pada tingkat pencapaian seperti itu saja. Karena, walaupun ada beberapa ditthi atau pandangan serta pencapaiannya itu perlu pula dicapai oleh umat Buddha tetapi itu semua bukanlah merupakan tujuan akhir dari ajaran Sang Buddha. Pencapaian atau tingkat kemampuan yang dihasilkan oleh ditthi-ditthi itu adalah baik dan berguna, namun itu semua hanya merupakan titik tolak untuk dijadikan dasar yang bagus dalam pengembangan dan meningkatkan kemampuan batin demi tercapainya pembebasan batin (nibbana) dari semua kilesa (kekotoran batin). Sebab itulah umat Buddha tidak boleh terperangkap oleh ditthi-ditthi ini. Semua pandangan ini dibagi dalam dua kelompok, yaitu:
1. Pubbantanuditthino (Pandangan mengenai masa yang lampau), terdiri dari 18 ditthi yang diuraikan sebagai:
1. Empat pandangan Sassatavada (eternalis) yang menyatakan bahwa atta (jiwa) dan loka (dunia) adalah kekal.
2. Empat pandangan Sassata-asassatavada (semi eternalis) yang menyatakan bahwa atta dan loka adalah sebagian kekal dan sebagian tidak kekal.
3. Empat pandangan Antanantika (ekstentionis) yang menyatakan bahwa atta dan loka adalah terbatas dan tak terbatas.
4. Empat pandangan Amaravikkhepika (berbelit-belit), yang bilamana ada pertanyaan yang diajukan pada penganutnya, maka mereka akan memberikan jawaban yang berbelit-belit, sehingga membingungkan pendengarnya.
5. Dua pandangan Adhiccasamuppanika (asal mula sesuatu terjadi secara kebetulan), yang menyatakan bahwa atta dan loka terjadi atau muncul tanpa adanya suatu sebab.
2. Aparantakappika (Pandangan mengenai masa yang akan datang), yang terdiri dari 44 ditthi yaitu:
1. Enam belas pandangan Uddhamaghatanikasanavada (setelah meninggal kesadaran tetap ada, yang menyatakan bahwa atta tetap hidup terus setelah kita meninggal.
2. Delapan pandangan Uddhamaghatanikasannivada (setelah meninggal kita tak memiliki kesadaran), yang menyatakan bahwa setelah kita meninggal atta adalah tanpa kesadaran.
3. Delapan pandangan Uddhamaghatanika n'evasanni nasannivada (setelah meninggal ada kesadaran dan tanpa kesadaran), yang menyatakan bahwa setelah meninggal atta adalah memiliki kesadaran dan tanpa kesadaran.
4. Tujuh pandangan Ucchedavada (annihilasi), yang menyatakan bahwa setelah kita meninggal kita hancur dan lenyap.
5. Lima pandangan Ditthadhammanibbanavada (mencapai pembebasan mutlak dalam kehidupan sekarang ini), yang menyatakan bahwa nibbana dapat dicapai dalam kehidupan sekarang.
Diantara ditthi atau pandangan mengenai masa yang lampau, yaitu beberapa pandangan eternalis, menyatakan bahwa ada orang yang karena semangat, tekad, kesungguhan dan kewaspadaan bermeditasi, ia dapat memusatkan pikirannya, batinnya menjadi tenaga sehingga ia memiliki kemampuan batin (abhinna) untuk mengingat banyak kehidupan yang lampau yaitu:
* Pada satu hingga puluhan ribu kehidupan yang lampau di bumi ini.
* Pada satu hingga empat puluh kali masa bumi terjadi, hancur dan bumi terjadi kembali.
Pada uraian tentang ditthi-ditthi ini yang ditekankan adalah tentang keyakinan adanya jiwa yang kekal, yang selalu ada walaupun bumi-bumi yang kita diami selalu muncul silih berganti. Dengan demikian, paham ini menekankan pula pandangan bahwa bumi ini telah berkali-kali terjadi hancur dan muncul kembali hingga empat puluh kali bumi berevolusi. Namun dalam kaitannya dengan ditthi-ditthi itu, Sang Buddha menyatakan bahwa ia "telah menyadari dan mengetahui hal-hal lain yang lebih jauh dari jangkauan pandangan-pandangan mereka itu, dengan kekuatan batinnya ia merealisir jalan pembebasan dari pandangan-pandangan tersebut".
Pengetahuan Sang Buddha yang didasarkan pada kekuatan batinnya bukanlah kemampuan yang muncul karena pola pikiran seperti yang dimiliki manusia awam. Sebagai manusia awam/biasa, beliau dikenal sebagai orang yang terpintar ilmu di negaranya dan telah memiliki berbagai ketrampilan yang perlu dimiliki oleh seorang calon pemimpin bangsa. Pada waktu beliau masih sebagai seorang pertapa beliau telah berguru pada semua guru filsafat dan spiritual yang terkenal di Jambudipa, beliau berhasil menekuni semua ajaran mereka dan menyamai pencapaian dan kemampuan para gurunya. Akhirnya beliau telah berhasil mengembangkan pikiran atau batinnya dengan cara bermeditasi ketenangan batin (samatha bhavana) dan pandangan terang (vipassana bhavana). Dengan samatha bhavana beliau berhasil memiliki batin yang tenang juga memiliki kekuatan batin (abhinna), yaitu:
1. Iddhividdhi - kemampuan batin yang berkenaan dengan phisik, Ia dapat merubah diri menjadi banyak, berwajah lain, berujud lain, menghilang, berjalan di atas air, melayang di angkasa, menyelam dalam tanah, merubah benda sesuai apa yang disukainya dsb.
2. Dibbacakkhu - kemampuan batin untuk melihat jauh dan dekat tanpa batas. Ia dapat melihat:
* apa yang akan terjadi dimasa akan datang,
* apa yang terletak di tempat yang jauh walaupun itu terhalang oleh gunung dll.,
* mahluk-mahluk lain diberbagai alam kehidupan yang tak terlihat oleh mata manusia biasa seperti mahluk di alam neraka, peta, asura, dewa, rupa brahma dan arupa brahma,
* kelahiran-kelahiran kembali setelah manusia dan mahluk-mahluk lain (seperti tersebut diatas) meninggal di alamnya masing-masing ke alam-alam kehidupan baru sesuai dengan karma mereka masing-masing.
3. Dibbasota - kemampuan batin untuk mendengar jauh dan dekat tanpa batas. Ia dapat mendengar suara atau percakapan yang dilakukan oleh manusia maupun mahluk-mahluk lain yang tak terdengar oleh telinga manusia biasa, pada jarak dekat maupun jauh. Beliau pun dapat berkomunikasi dengan semua mahluk.
4. Cetopariyanana - kemampuan batin untuk membaca pikiran manusia dan mahluk-mahluk lain. Ia dapat mengetahui isi pikiran orang atau mahluk lain sebelum hal itu dikatakan.
5. Pubbenivasanussati - kemampuan batin untuk mengetahui kehidupan-kehidupan lampau dari semua mahluk, seperti tentang perbuatannya, penyebab kelahirannya, keluarganya, kawan maupun lawannya, adat kebiasaan, makanan dsb. Yang berkenaan dengan semua kondisi mahluk itu. Berdasarkan pada kondisi-kondisi yang lampau itu maka manusia dan mahluk lahir kembali dengan segala kondisi dan potensi yang mereka miliki pada kehidupan sekarang.
Dengan memiliki abhinna ini, beliau mengembangkan pikiran (batin) melihat lebih jauh dan dalam mengenai hidup dan kehidupan ini. Dengan bertumpu pada dasar pemikiran seperti inilah beliau mengembangkan vipassana bhavana (meditasi pandangan terang) dan menembus pengetahuan tentang hukum sebab yang saling bergantungan (paticcasamuppada). Demikian pula selanjutnya, berdasarkan pada pengetahuan yang semakin halus dan dalam tentang paticcasamuppada ini akhirnya beliau menembus pengertian tentang segala sesuatu adalah tidak kekal (anicca), akibatnya hal itu tidak dapat dipertahankan (dukkha) karena memang segala sesuatu itu tidak memiliki jiwa yang kekal (anatta). Dengan merealisasikan semua hal ini beliau dapat (kilesa). Beliau menjadi Buddha pada usia 35 tahun dan merealisasikan nibbana. Jadi nibbana dicapai ketika beliau masih hidup. Nibbana bukanlah alam kehidupan melainkan kondisi atau keadaan batin yang suci.
Proses perkembangan pikiran beliau, dimulai dengan pikiran atau batin manusia dengan segala kapasitasnya yang ada, berkembang menjadi pikiran atau batin yang disertai kemampuan abhinna dan akhirnya mencapai batin yang suci serta menembus semua rahasia kehidupan alam semesta (lokavidu). Beliau pun dikenal sebagai seorang sabbanmu (maha tahu). Kemahatahuan (sabbannu) adalah mengetahui segala sesuatu, tetapi cara mengetahuinya satu hal pada satu saat. Jadi beliau hanya mengetahui satu hal pada satu saat. Bila beliau berkehendak untuk mengetahui obyek yang lain maka beliau akan memfokuskan batinnya pada hal tersebut. Apakah hal itu jauh atau dekat dapat diketahui beliau. Sehingga segala sesuatu satu persatu diketahui beliau. Berdasarkan kondisi batin yang seperti inilah, Sang Buddha membabarkan Buddha Dhamma kepada para dewa dan manusia, sehingga beliau dikenal pula sebagai guru para dewa dan manusia (sattha devamanussa). Beliau mengajarkan bahwa bumi tempat kehidupan manusia bukan hanya sebuah saja melainkan ada banyak sekali bumi di jagad raya ini yang dihuni manusia seperti apa yang dinyatakan beliau dalam Ananda Vagga, Anguttara Nikaya I. Namun segala sesuatu adalah tidak kekal (anicca), maka bumi pun akan hancur dan lenyap. Demikianlah, bumi yang lebih tua akan lenyap lebih dahulu. Bumi kita pun pada suatu saat akan hancur. Tetapi kehancuran bumi kita ini bukan berarti semua bumi di alam semesta akan hancur bersama-sama dengan bumi kita. Ketika bumi kita hancur, bumi-bumi lain masih tetap ada, selanjutnya akan tiba saatnya (gilirannya) bagi bumi-bumi lain itu satu persatu akan hancur pula. Namun proses pembentukkan bumi-bumi baru satu persatu akan muncul pula. Dengan demikian alam semesta kita ini tidak akan kosong dengan bumi-bumi dan manusia yang menghuninya. Proses ketidakkekalan berjalan terus sesuai dengan hukum sebab akibat yang universal (dhammaniyana), tetapi nampaknya massa di alam semesta tetap sama adanya ketetapan massa.
Selanjutnya dalam mempelajari ajaran agama, dalam hal ini mempelajari sutta, kita harus hati-hati sebab kita akan menemukan banyak kata teknis yang sama bunyinya dengan apa yang ada dalam ajaran agama lain. Hal ini bukan berarti bahwa ke dua kata yang sama bunyinya itu, yang berasal dari dua sumber yang berbeda berarti ke dua kata itu sama. Seperti apa yang terdapat dalam sutta ini, yaitu kata "Maha Brahma". Dalam ajaran Buddha kata "Maha Brahma" ini berarti mahluk dewa Brahma yang terlahir di alam maha brahma karena karmanya sendiri yaitu ia berhasil memiliki atau mencapai tingkat Jhana I yang kuat pada kehidupannya yang lampau dan meninggal pada saat ia mencapai Jhana I itu. Jadi dewa maha brahma ini bukan sama dengan Maha Brahma sebagai Tuhan Yang Maha Esa dalam ajaran agama Hindu. Bagi umat Buddha yang ingin belajar Buddha Dhamma, maka membaca dan merenungkan isi Brahmajala sutta ini adalah sangat penting dan bermanfaat sekali. Karena kita dapat membayangkan dan menyadari bahwa dhamma yang diajarkan Sang Buddha kepada kita sekalian adalah sangat halus dan dalam sekali. Hal ini dapat menimbulkan atau membangkitkan semangat kita untuk lebih giat menyimak semua ajaran Sang Tathagata.
Senin, 11 Januari 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.