Apakah anda percaya akan adanya soulmate ? Atau rekan manusia di dunia ini yang diciptakan untuk menjadi jodoh anda.
Apa arti soulmate ? belahan jiwa ? Ada yang mengatakan bahwa soulmate adalah pasangan hidup kita for the rest of our life. Ide ini berhubungan dengan kepercayaan akan adanya reinkarnasi. Mitologi Yunani menyebutkan bahwa manusia itu terdiri dari empat tangan, empat kaki dengan satu kepala, namun dipisahkan oleh Zeus karena takut akan kekuatan yang mungkin terjadi. Selama hidup di dunia ini, manusia dikutuk untuk mencari pasangan asalinya. Aliran kepercayan lain mengatakan bahwa manusia itu diciptakan androgini, berjiwa ganda berpasangan, kemudian dipisahkan.
Saya lebih tertarik dengan kata “belahan jiwa”. Belahan jiwa adalah seseorang yang sejiwa dan hanya jiwa anda yang bisa mengatakan bahwa orang lain adalah belahan jiwa anda. Mungkin saja bahwa orang yang menjadi belahan jiwa anda itu dapat menjadi teman hidup anda, atau sering disebut berjodoh, mungkin juga bahwa yang menjadi belahan jiwa anda itu tidak bisa menjadi teman hidup anda. Belahan jiwa adalah orang yang membuat kita nyaman, aman dalam segala situasi, yang cocok 100% dengan kita.
Bagaimana mungkin seseorang yang tidak menjadi teman hidup anda adalah jodoh anda ? Bukankah kita ketahui bahwa jodoh itu baru dapat disebut jodoh bila sudah menjadi teman hidup dalam lembaga perkawinan ? Cerita bahagia, cerita gembira, seringkali terjadi apabila yang menjadi teman hidup kita adalah jodoh kita atau soulmate kita. Cerita akan berubah apabila kita mengalami bahwa dalam hidup perkawinan, tidak ada kebahagiaan, sehingga kita ada dalam situasi kurang, atau tidak lengkap. Di situ, kita mengalami kekosongan dan mendambakan seseorang yang dapat mengisi kita, yaitu belahan jiwa kita. Dapatkah seseorang yang mendambakan soulmate sekaligus adalah pasangan dan keluarga yang bahagia ? apakah dapat dilepaskan antara kebahagiaan/kesedihan dengan dambaan akan soulmate ?
Bagi orang beriman, masih muncul pertanyaan, apakah Tuhan itu pernah salah dalam memberikan pasangan kepada kita ? Bila suatu ikatan pernikahan sejak awal dibangun karena cinta dan kebebasan, kemudian di kemudian hari mengalami masalah, apakah dapat kita katakan kita salah memilih jodoh. Bila jodoh di tangan Tuhan, apakah Tuhan salah ? Bila Tuhan salah, apakah tetap menjadi Tuhan ? Bisakah Tuhan Salah ? Bila Tuhan tetap Tuhan, apakah kita yang salah ? Bila belahan jiwa kita bukanlah pasangan hidup kita, lalu untuk apa pernikahan ? Pertanyaan bagi semua yang percaya akan adanya soulmate ! termasuk saya.
Saya bukan penganut reinkarnasi, tetapi ada jejak pengalaman yang saya lihat sebagai pengalaman akan soulmate. Ini berbeda dengan konsep soulmate yang merupakan jodoh saya dahulu dalam kehidupan saya sebelumnya. Saya berterimakasih pada seorang kawan yang menjadi teman diskusi tentang hal ini. Soulmate adalah seseorang yang selalu hadir dalam mimpi-mimpi saya, biasanya di saat saya sedang ada dalam situasi tidak nyaman, tidak aman. Ia akan tetap datang walaupun rasionalitas saya sudah berusaha menutupnya. Serbuan bayangannya akan menetral dengan sendirinya saat kita mengakui perasaan tersebut. Soulmate dimulai dari perasaan, namun melibatkan seluruh kemanusiaan ini. Soulmate butuh dihargai, disapa, dengan jujur diakui. Siapa Soulmate kita, kita bisa merasakan dan menjatuhkan jawaban, tetapi bagaimana jalan dan lika-liku soulmate, bagi saya, tetap merupakan misteri. Ia tak tertebak, karena bukan teka-teki yang butuh diterka, atau kuiz yang memiliki jawaban.
Mengakui adanya soulmate juga membuka suatu tantangan apabila soulmate bukanlah teman hidup yang hadir nyata secara afektif. Beberapa orang mengatakan bahwa kita perlu mengejar soulmate kita di dunia ini sampai kita mendapatkan sebagai teman hidup. Gabriel García Márquez merefleksikan perjalanan cinta soulmate dengan Love in the time of Cholera. Sang tokoh novel, Florentino Ariza tetap menanti sang soulmate, Fermina Daza sampai mereka semua sudah tua dan ditinggal mati pasangan hidup mereka. Mereka adalah contoh pecinta yang memperjuangkan soulmate di dunia dan berhasil, happy ending. Kisah itu hanyalah kisah sukses besar di antara ribuan kisah anak manusia yang percaya soulmate. Ada alur lain di dunia ini yang bisa saja terjadi, sama-sama dengan pengakuan soulmate yang sama.
Saya sendiri melihat bahwa dengan mengetahui soulmate kita, kita sudah mendapatkannya. Jalan bagi sang penemu soulmate bukanlah jalan yang lurus seperti anak panah yang diarahkan pada sasaran, tetapi jalan berkelok di padang panjang yang membutuhkan putusan-putusan untuk melewatinya. Tantangan untuk merasakan kesendirian, kekosongan kadang sakit hati, juga kesepian selalu mengemuka bersamaan dengan pengakuan akan soulmate. Bila kita mengakui adanya soulmate dan mengetahui siapakah soulmate kita, kita perlu siap dengan jalan berkelok yang harus dilewati. Misteri yang masih menanti adalah melewati jalan setelah kita tahu soulmate kita. Mungkin, satu stanza dari Robert Frost bisa mewakili kegelisan ini, serta menutup renungan untuk satu tahap kehidupan.
sumber: belahan jiwa, group FB
Jumat, 12 Maret 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.