Bapak ini sedang duduk lesu di sebuah taman di depan Mega Mall, Lippo
Karawaci, ketika
seorang berusia 28-29 mengahmpiri dan merangkulnya. Pagi itu 16 Mei 1998,
lokasi bekas
kebakaran itu cukup ramai, karena sebentar lagi akan dilakukan evakuasi
korban kerusuhan 14
Mei. Tak semua orang bisa mendekat ke lokasi, yang dijaga ketat pasukan
berseragam loreng.
Praktis, hanya anggota ABRI daan satu-dua kerabat (termasuk bapak ini)
yang bisa mendekat.
Si bapak ini menatap tajam lelaki ini yang menghampirinya. Perawakannya
tinggi atletis, berkumis
tipis seperti habis cukur, muka bulat, kulit kuning, dan berambut cepak.
Ia memakai kaus
berkerah, jins biru, dan sepatu lars. Dia tanya saya, "Kenapa Bapak di
sini?" Saya bilang, "Anak
saya mungkin ada di dalam, terjebak kerusuhan dan mungkin sudah terbakar
dengan kayu. Saya
dengar di televisi, anak saya disangka menjarah."
Mendengar ucapan bapak ini lelaki itu mendadak menangis. Matanya, yang
sudah sembab,
langsung memerah. Lalu dia bilang, "Pak, saya minta tolong, demi Allah
saya minta tolong. Saya
mau ceritakan suatu rahasia, dan tolong sampaikan kepada wartawan atau
siapa. Ini amanah
saya kepada Bapak. Kalau tidak diungkap, di akherat kita sama-sama masuk
neraka."
Bapak ini kaget, kenapa begitu? Dia jawab," Sebab, perbuatan saya sangat
jahat. Semua
pembakaran, penjarahan dan perkosaan kemarin (14 Mei), kami melakukan."
Belum lagi si
bapak bereaksi, lelaki itu membuka dompetnya. Warnanya loreng, dengan
simbol baret merah
dan pisau. Ia juga menunjukan kartu identitas. "Tapi, karena mata saya
buram, ndak bisa lihat
tulisannya. Dia kemudian bilang, dirinya anggota Kopassus."
Mereka lantas berbicara hingga dua jam lebih, sambil menunggu buldoser
untuk membantu
evakuasi. Belakangan diketahui tentara ini stres berat, karena anggota
keluarganya juga ikut
hilang akibat kerusuhan Mei tersebut. Dia mengaku dimusuhi keluarganya,
dianngap telah
membunuh saudara sendiri. Bahkan, istrinya tak mau lagi bicara dengannya.
"Dia sampai bilang
,'Kalau bunuh diri itu ngak dosa, saya sudah lakukan' Saya percaya bahwa
orang itu jujur.
Makanya, saya ingat betul apa saja yang dia katakan," ujar bapak ini
kepada Tajuk, Minggu
(30/8).
Berikut cerita si anggota Kopassus tadi, yang dituturkan ulang oleh bapak
malang itu:
Kerusuhan ini sebenarnya sudah lama direncanakan. Jadi, 2 bulan
sebelumnya, pada 1 Maret
1998, ada apel di kesatuan kami di Kopassus. Sehabis apel, perwira piket
mengumumkan
bahwa anggota dari regu titik-titik diharuskan ikut ke Kodam Jaya (Ketika
ditanya kenapa bilang
titik-titik, dijawab: Saya tidak bisa mengatakan regunya. Jangan-jangan
Bapak nanti ditangkap
tentara, lalu dipaksa bicara, sehinnga saya bisa ditelusuri. Kalau ini
terjadi bisa habis keluarga
saya. Dia mau bongkar rahasia ini karena, katanya, dia tidak kuat
menaggung beban dosa).
Kami diangkut dengan dua truk, dan langsung menuju aula Kodam. Di sana,
sudah ada satu
kompi dari Kostrad dan satu kompi lagi Kodam Jaya. Acaranya sendiri
dimulai pukul 10.00,
untuk mendengar briefing dari beberapa perwira tinngi. Di situ, ada Pak
Prabowo (saat itu masih
Danjen Kopassus- Red), Pangdam Sjafrie Sjamsoeddin, dan beberapa kepala
direktorat. Sjafrie
bicara duluan.
Dia bilang: Saudara-saudara dikumpulkan di sini kaarena kita akan
membentuk tiga kompi
pasukan khususu yang tidak terlihat. Kami nanti disuruh pakai baju preman,
pakai wig, tapii tetap
bawa senjata. Pak Sjafrie juga mengatakan: Negara sedang dalam keadaan
genting. Kita
diperintahkan PAK HARTO untuk melakukan ini-ini, dan untuk itu kita bentuk
3 kompi ini.
Ada 2 Tugas dari kompi-kompi ini. Pertama, negara genting, karena
mahasiswa akan
menghancurkan Orde Baru, harus diculik. Kedua, kalau keadaan tidak bisa
diatas lagi,
mahasiswa akan dibunuh. Kata Sjafrie: Tugas Saudara-saudara bukan membunh,
tapi menyusup
dan mengacaukan.
Lalu, ada juga merencanakan memeperkosa PEREMPUAN Tionghoa (Si Bapak
bertanya,
kenapa hrus ada perkosaan? Dia bilang, ada unsur politik di balik itu.
Intinya, ini bagian dari
rekayasa untuk menaikkan Prabowo sebagai Pangab. Dia menyebut-nyebut soal
peringkatan
Hari Kebangkitan Nasonal,20 Mei 1998).
Pada 20 Mei, kami dengar bahwa mau ada demontrasi besar-besaran. Untuk
menyambutnya,
suda direncankan untuk menyediakan 20 tank. Setaip tank akan diisi satu
regu tentara yang
dikasih 3.000-5.000 biji. Jadi, nanti, ketika mahasiswa jalan menuju ke
Monas, kompi ini akan
menyusup memakai jaket mahasiswa. Lalu, mereka pura-pura berkelahi.
Setelah terjadi
keributan, regu ini akan membuka jaketnya, dibuang, lalu mundur dan
menghilang.
Begitu mereka mundur, tank-tank itulah yang akan membabat habis semua
mahasiswa. Dengan
begitu, mahasiswa bisa dianggap membikin onar dan makar terhadap negara.
Kalau mahasiswa
sampai berhasil, jatuh semua ini. Hancur. Makanya kami harus membela, agar
konstelasi yang
ada teatp utuh (Bapak ini mengaku tidak tahu, apa yg dimaksud dgn
konstelasi di sini.)
Jadi, kalau betul anak Bapak terbakar di Mega M, itu kerjaan regu yang
berseragam dinas hitam
dan pakai tutup kepala kayak ninja. Itu bukan regu saya. Tugas regu saya
spesial memimpin
orang-orang untuk menjarah dan membakar (Cerita tentang keberadaan pasukan
ninja
dibenarkan seorang penjarah dan seorang ibu yang kehilangan ankanya. Cuma,
kata meraka
kepada Tajuk, ninja itu bersenjata celurit. Bukan senjata api. Para
penjarah juga bnayak bukan
orang situ."Orangnya hitam keriritng, mirip orang Indonesia Timur.")
Yang dilibatkan dalam operasi ini tidak seluruhnya tentara. Ada 200 orang
binaan dari Timor
Timur, 200 orang dari Irian Jaya, dan 200 orang lagi dari Sumatra. Mereka
diangkut ke Jakarta
pakai pesawat, kecuali yang dari Sumatra naik mobil. Kalau ditambah
preman-preman
se-Jabotabek yang dilibatkan, seluruhnya ada 10.000 orang. Mereka tidak
diberi janji, tapi
iming-iming. Kalu tugas berhasil, jarahan boleh diambil. Preman itu
dikumpulkan di dodiklat
(komando pendidikan dan latihan), seminggu sebelum kerusuhan.
Pada 12 Mei, tiga kompi ini kembali dikumpukan. Mereka ditugasi untuk cari
tahu dimana ada
mahasiswa yang berdemontrasi. Tampaknya Pak Harto memberikan lampu hijau
kepada
Prabowo, supaya mulai membabat mahasisiwa. Tapi, karena susah cari-cari
kesalahan, baru di
Trisakti rencana dijalankan. Waktu itu, banyak yang pegang HT (handy
talky), karena meraka
koordinnasi ke Kodam. Kompi-kompi ini menunggu berita di menunggu berita
Makodam.
Tugas tiga kompi ini sudah dibagi-bagi. Ini pakai motor, ini pakai baju
hitam dinas, dan itu untuk
yang tidak terbentuk. Hari itu (12 Mei), kami semua sibuk memantau.
Bagaimana, apa sudah ada
kerusuhan? Belum, gimana, sedikit lagi. Nah, baru, setelah ada peluang
untuk bikin rusuh, regu
bermotor berangkat ke sana (Trisakti). Seluruh motor di taruh Kodim
Jakarta Barat.
Regu ini kemudian menyamar pakaian polisi. Senjatanya dilipat, dimasukkan
ke dalam jaket, lalu
mereka berbaur dengan polisi. Jadi, begitu polisi mulai menembak dengan
peluru kosong,
mereka ikut menembak. Habis menembak, mereka ambil motornya, lalu
menghilang (Ketika
saya tanya mengapa mahasisiwa ditemabak, dia bilang, supaya mahasisiwa
nngamuk).
Setelah berhasil di Trisakti, besoknya (13 Mei), 10.000 pasukan itu
disiapkan untuk memancing
mahasisiwa di Terminal Grogol. Sejak pagi, mereka kumpul-kumpul di
terminal menunggu
mahasiswa. Tapi, rencana ini bocor, karena semua mahasiswa ternayat pakai
jaket dan tidak
mau bergabung.
Mereka terus menunggu sampai jam sebelas malam, tapi mahasiswa tidak juga
bergabung.
Akhirnya, komandan terpaksa membagi-bagi pasukan. Seribu orang ke Jakarta
Utara, seribu ke
Golodk, seribu ke Jakarta Timur, dan seribu lagi ke Jakrta Selatan.
Masing-masing rombongan
dipimpin satu regu yang tidak terbentuk ini. (sampai pada cerita ini,
tentara itu menangis)
Pada 14 Mei itu, sebelum menjarah dan membakar, dilakukan pemerkosaan
lebih dulu.
Pokoknya dimana ada cewek Tionghoa, dinaikkin. Yang memperkosa bukan
tentara, tapi para
preman yang didatangkan dari luar daerah. Sehingga, korban yang diperkosa
tidak kenal, karena
bukan orang situ. Secara bersamaan, toko-toko mulai dijarah, lalu dibakar,
setelah barang ludes
diambil (Tentara itu mengaku menyesali perbuatannya. Dia tahu, perbuatan
itu laknat, tapi
sebagai tentara dia tidak berani menolak perintah).
Sore hari, setelah bikin rusuh, ketiga kompi langsung ke Kodam. Sedangkan,
preman-preman
ditarik ke baraknya. Di Makodam, setiap kompi dimintai laporan. Berapa
orang yang diperkosa,
berapa toko yang dijarah, dan lainnya. Dari situ, diketahui jumlah
seluruhnya. Jadi, orang yang
mati di Jakarta kurang lebih 5.000 orang, dan ratusan orang diperkosa.
Sebagain korban
perkosaan yang masih hidup dibuang ke api.
Seluruh rencana memang dipersiapkan matang. Operasi ini bahkan sudah
diberi nama Gerakan
12 Mei Orde Baru, karena tugasnya melindungi Orde Baru, agar jangan
hancur. Sejak dua bulan
sebelum kerusuhan, orang-orang binaan ini sudah direkrut dan dilatih
Kopassus yang ada di
sana. Mereka baru dikirim ke Jakarta seminggu sebelum kerusuhan.
Di Lippo Karawaci, tempat regu saya bertugas, aksi dimulai pukul 14.00.
Kami teriak-teriak,
menyuruh orang melempar batu dan menjarah. Lalu, Lippo kita bakar, tapi
Mega M sengaja
dibiarkan dan dijaga regu lain yang berpakain dinas. Ini disengaja, untuk
menjebak. Pukul 18.00,
preman-preman yang masuk regu saya ditarik ke Jakarta. Semuanya sepuluh
truk. Malamnya,
mereka langsung dipulangkan ke daerahnya. Untuk yang ke Timtim dan Irian,
mereka berkereta
ke Surabaya, baru dari sana dibawa pakai pesawat.
Setelah preman-preman pulang ke Jakarta, ada empat truk lain yang
menggantikan. Dua truk
diantaranya lebih dulu merampok tabung-tabung gas elpiji di toko-toko.
Jumlahnya sekitar 30
biji. Kompi saya masih di situ, taapi sudah ngak ikut tugas. Tugas kami
selesai sampai dengan
memulangkan prema-preman itu.
Srtibanya di lokasi, pasukan di empat truk langsung menodong kerumunan
penonton. Mereka
berteriak,"Hayo, tiarap demau..." Yang ngak mau tiarap ditembak kakinya.
Masyarakat yang
ngak tahu langsung tiarap, sedangkan yang lainnya lari tunggang-langgang.
Yang tirap ada
500-an, sementara sekitar 3.000 lain lari dan menonton dari kejauhan.
Tak lama, orang-orang yang bertiarap ini disuruh berdiri. Lalu, dengan
tangan dibelakang,
mereka digiring ke Mega M, yang belum dibakar. Satpam diperintahkan
membuka gembok.
Rolling door-nya diangkat setengah, lalu 500-an orang disuruh masuk.
Begitu semua masuk,
tretet...te, mereka langsung diberondong tembakan ke arah kaki.
(Kepada Tajuk, Robaini, satpam Mega M, menolak cerita ini. Katanya,
seluruh satpam waktu
itu tidak berseragam, sehingga sulit dibedakan massa. "Ngak ada juga
perintah membuka rolling
door, mana dia tau kita ini satpam," kata Robaini. namun, cerita seorang
penjarah di Mega M,
yang enggan disebut namanya, membenarkan versi cerita sang oknum Kopassus
tadi. Misalnya,
ada tembakan serta ada sejumlah korban yang mati terkena senjata tajam)
Setelah tembakan berhenti, tabung-tabung elpiji diturunkan, ditaruh di
dalam dan diledakkan.
Begitu api mulai berkorbar, pintu ditutup dan digembok kembali. Lalu oleh
pasukan berseragam
hitam, selongsong peluru dikumpulkan dan disapu bersih. Sehabis itu,
mereka naik truk dan
menghilang.
Secara keseluruhan, tugas ketiga kompi memang cuma sampai di situ. Setelah
melapor ke
Makodam, kompi-kompi dikembalikan ke kesatuan masing-masing, dan
menganggap bahwa tak
pernah terjadi apa-apa. Tapi semua yang bertugas- Kostrad, Kopassus,
maupun Kodam- tetap
diawasi. "Saya ke sini juga setelah menyelinap lewat dapur."
Pembicaraan terhenti setelah buldoser datang. Tapi, bapak ini tak langsung
menyampaikan
amanat si tentara. Takut, Ia cuma kirim surat kaleng ke Amien Rais,
memberi tahu agar tidak
membbawa mahasiswa ke Monas pada 20 Mei. Bapak itu khawatir, rencana
tentara menghabisi
mahasiwa jadi dilaksanakan."surat itu saya kirim ke Muhammadiyah. Nggak
tahu, nyampe atau
tidak ke tangan Pak Amien."
>>
----- End of forwarded message from Alpine7637@aol.com -----